Fatkur
Aziz
Dila

Rabu, 30 Maret 2011

Tersenyumlah untuk Anak Kita

 Anak ialah sebutir benih yang begitu rapuh, membutuhkan tanah yang baik dan sistem pemeliharaan yang baik pula, dan pastinya harus sesuai takaran. Benih selalu mencari cahaya namun putik kecilnya terkadang bisa tertipu dengan cahaya palsu dan kemudian menyinarinya seumur hidupnya.Orangtua adalah tanahnya, yang harus mampu menerima amanah dengan jujur. Jika benih padi yang dititipkan, maka tak mungkin semangka yang ditumbuhkan. Jika benih padi yang disemai, maka padi pula yang tumbuh. Kita harus mampu m e n e r i m a b e n i h i t u d a n  k e m u d i a n mengembangkannya hingga menjadi fitrah yang semakin baik dari hari ke hari. Karena dia yang akan menolong kita di saat kita dalam barzah jika dia menjadianaksholeh/sholehah. Anak adalah titipan Allah, sudah seharusnya kita jaga dan bersama kita mereka tumbuh dengan tetap berada dalam fitrah. Dengan itu, kita akan mendapatkan hadiah dari Allah swt karena telah menjagaamanah-Nyadenganbaik. Jika Anda belum pernah meminta maaf kepada anak Anda, maka mulailah dari detik sempatkan diri untuk mengelus rambutnya, mengecup keningnya. Ucapkan kata maaf, karena selama ini mungkin kita memberinya ruang hidup yang sempit, penuh keluh kesah, pertengkaran, tidak mampu memberi jaminan moral yang baik.Tak lupa meminta maaf kepada Allah swt yang menitipkan mereka kepada kita dan belum dirawat secara baik. Selalu tersenyumlah untuk mereka, karena mereka selalu menunggu kita.

Penulis: Gigih Ardhika, Direktur DSM Badung

Selasa, 29 Maret 2011

KunjunganYPI Al Azhar Jakarta

Pada hari Jumat tanggal 25 Februari 2011,DSM Bali kehadiran tamu dariYPI Al Azhar Jakarta.
Beliau adalah M Anwar Sani, yang sekarang menjabatsebagai DirekturWakaf Produktif.Kehadiran mantan Direktur LAZ Al AzharPeduli Ummat ini bertujuan untuk silaturahim dan berbagi pengalaman tentang balasan Allah bagi orangyangbersedekah. Fenomena saat ini adalah banyak amil zakat yang memiliki banyak ilmu, namun ilmunya hanya dipakai untuk orang lain. Contohnya adalah mengenai keutamaan membayar zakat dan
sedekah. Allah sudah menjanjikan akan membalas dengan balasan 10 kali lipat, 70 kali lipat, bahkan
hingga 700 kali lipat. Selain itu juga sedekah tidak akan membuat kita menjadi miskin, bahkan
sebaliknya malah membuat menjadi kaya. Dan dalil-dalil lainnya tentangkeutamaanbersedekah.
“Selama ini hal tersebut sering digunakan oleh orang lain di luar kita sebagai amil. Sudah saatnya
ilmu tersebut digunakan oleh diri kita juga,” jelas sosokyangakrab dipanggildenganSani.
Sani juga berbagi pengalaman tentang balasan Allah bagi orang yang bersedekah. Ketika
beliau mempunyai hutang yang cukup besar, Sani berencana untuk menjual mobilnya dalam keadaan
mobil tersebut DP-nya belum lunas, dan angsuran kredit masih 24 bulan lagi. Saat bertemu dengan
salah seorang ustadz, Sani diminta untuk menyedekahkan saja mobil itu, dengan dia masih
harus membayar sisa angsuran DP dan kredit bulanan mobil tersebut. “Pertama, saya rundingan
dulu dengan istri saya.Sempat ada perdebatan juga. Sudah banyak hutang, mobinya belum lunas, kok
malah disedekahkan. Tapi saya mencoba meyakinkan diri saya dan istri kepada Allah swt.''
pungkasnya. Subhanallah. Setelah mobil itu disedekahkan, ada keajaiban-keajaiban yang muncul. Sewaktu
akan membayar angsuran di bulan pertama, Sani belum ada uang sama sekali. Namun di saat yang
tepat, datanglah seorang teman yang ingin menyewa mobil dengan membawa rombongan yang sangat banyak. Ajaibnya, jumlah keuntungan dari sewa mobil itu pas dengan besar biaya angsuran mobil di bulan pertama.
Di bulan berikutnya, Sani masih bingung bagaimana caranya membayar angsuran mobil
yang sudah disedekahkan tersebut. Keajaiban dari Allah muncul kembali. Sani bertemu dengan orang
PT. Freeport Indonesia, dan ditawari pekerjaan dengan fasilitas yang dan gaji lebih dari orang
kebanyakan. Namun sebelumAnwar memutuskan untuk pindah kerja kePT. Freeport Indonesia, beliau
meminta izin dulu ke YPI Al Azhar Jakarta, namun tidak disetujui. “Saya tidak boleh pindah,namungaji
saya malah dinaikkan. Alhamdulillah kebutuhan membayar angsuran mobil tersebut sudah tidak
menjadi masalah lagi.” ungkap lelaki yang juga aktif di Yayasan PPPA Darul Qurán Wisata Hati sambil
tersenyum. Di akhir pertemuan, beliau memberi pesan kepada amilYayasanDSMBali. “Kita juga harus bisa
meyakinkan pada diri kita seperti kita meyakinkan orang-orang mampu di luar sana untuk bersedekah” ujarnyadenganpenuhsemangat.􀁮wa’

Senin, 28 Maret 2011

Building our Clinic

Plans were recently completed for a new clinic that will enable us to provide a full range of prenatal and birthing services. One floor of the new clinic will also be occupied by our partner organization, Layanan Kesehatan Madani, who offer a range of health services including general practice, dentistry, and nutrition education. The new clinic will house eleven beds as well as waterbirth facilities, a small pharmacy, a pathology lab, and a large training space.
We are currently seeking funds for the construction and outfitting of this facility. If you would like to make a donation, or would be interested in receiving a funding proposal please contact us.
Level_1






Click here to see floor plans and architects' drawings.

Chris Wayne Jackson: dari Kompetisi NBA ke Medan Dakwah

Chris Wayne Jackson: dari Kompetisi NBA ke Medan Dakwah
Chris Wayne Jackson

Chris Wayne Jackson: dari Kompetisi NBA ke Medan Dakwah

Saturday, 19 March 2011 11:50 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, DENVER - Tanggal 12 Maret 1996, seakan menjadi sejarah kelam dalam karir Chris Wayne Jackson sebagai seorang pebasket profesional. Pada tanggal tersebut hampir lima belas tahun lalu, Jackson mendapat sanksi larangan bertanding dari NBA, Asosiasi Bola Basket Amerika Serikat. Hukuman ini dikenakan kepada Jackson karena ia tidak bersedia untuk berdiri ketika lagu kebangsaan Amerika Serikat, The Star Spangled Banner dinyanyikan sesaat sebelum pertandingan dimulai. Ketika itu ia memperkuat Denver Nuggets.

Saat itu Jackson beranggapan hal ini (berdiri, red) tidak pantas dilakukan, karena menurutnya bendera Amerika Serikat adalah simbol penindasan. Ia juga mengatakan bahwa Amerika Serikat sendiri mempunyai sejarah tirani yang panjang dan tidak sesuai dengan keyakinannya sebagai seorang muslim.

Sontak, tindakan Jackson yang dinilai kontroversial ini pun menuai protes dari publik Negeri Paman Sam yang berujung pada sanksi larangan bertanding dari NBA. Tapi hukuman skors tersebut hanya berlangsung satu pertandingan. Dua hari kemudian sanksi tersebut dicabut. NBA pun membuat kesepakatan dengan pebasket berdarah Afro-Amerika ini. Sesuai dengan isi kesepakatan tersebut, Jackson tetap harus berdiri pada saat lagu kebangsaan dinyanyikan, tetapi ia diperbolehkan untuk menundukkan kepala dan memejamkan matanya. Abdul-Rauf mengatakan pada saat seperti itu, ia memanjatkan doa.

Selang tiga belas tahun kemudian, dalam sebuah kesempatan saat tengah memberikan ceramah di sebuah masjid di Gulfport, Mississippi, dengan tegas Jackson mengungkapkan bahwa sikapnya tersebut adalah pengejewantahan dari agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari. ''Saya memanfaatkan kontroversi itu sebagai alat untuk menjelaskan pada orang lain tentang agama saya,'' tukasnya.

Chris Wayne Jackson lahir di Gulfport pada tanggal 9 Maret 1969. Ia adalah pemain basket NBA di era 90-an. Di masa lalu, Jackson merupakan salah satu point guard paling jempolan. Ia lahir dan dibesarkan di tengah keluarga pemeluk Kristen. Ia mengganti namanya menjadi Mahmoud Abdul-Rauf pada saat ia pindah agama dan memeluk Islam pada tahun 1991.

Sebelum terjun ke NBA, Jackson memperkuat tim basket tempatnya berkuliah di Lousiana State University (LSU). Bersama tim basket kampusnya ini Jackson memiliki karir basket yang cemerlang. Hal ini pula lah yang kemudian mendorong Denver Nuggets, salah satu tim basket profesional NBA, merekrutnya pada tahun 1990. Sejak saat itu karirnya sebagai pemain basket profesional dimulai.

Abdul-Rauf bisa dikatakan sebagai pemain terbaik di klub bakset yang berbasis di Denver, Colorado ini. Ia memperkuat Denver Nuggets hingga musim kompetisi 1995-1996. Pada musim kompetisi 1992-1993, Abdul-Rauf menyabet gelar The Most Improved Player Award, sebuah penghargaan yang diberikan kepada pemain yang dianggap telah menunjukkan perkembangan yang lebih baik dari musim sebelumnya. Saat memperkuat Denver Nuggets ia juga pernah memimpin NBA dalam kategori persentase tembakan bebas (free-throw) terbaik dalam satu musim pada tahun 1994 dan 1996. Ia memiliki rekor 19.2 poin dan 6.8 assist per game pada musim 1995-1996.

Walau akhirnya hukuman larangan bermainnya tersebut dicabut dan hanya diganti dengan larangan bermain sebanyak satu kali pertandingan, tapi tak ayal ia kemudian menjadi pemain paling dibenci di AS. Karir basketnya di AS terancam. Terbukti, tak lama berselang setelah kontroversi lagu kebangsaan Amerika Serikat, Denver Nuggets pun mengakhiri kontraknya dengan Abdul-Rauf. Namun Abdul Rauf tak bergeming dengan keyakinan dan kebiasaannya tersebut.

Meninggalkan NBA

Setelah tidak lagi memperkuat Nuggets, ia sempat bermain untuk tim basket NBA lainnya, Sacramento Kings, sebelum akhirnya ia benar-benar meninggalkan ajang kompetisi bola basket profesional di Amerika Serikat ini. Ia memperkuat Sacramento hanya selama dua musim (1996 hingga 1998).

Selepas meninggalkan ajang kompetisi NBA, Abdul-Rauf melanglang buana dari satu klub ke klub basket lainnya. Ia pernah bermain untuk klub basket asal Turki, Fenerbahce selama satu musim (1998-1999). Setelah itu ia sempat vakum selama satu musim, baru kemudian ia bermain basket lagi bersama Vancouver Grizzlies, klub basket asal Kanada selama musim 2000-2001. Setelah kontraknya dengan Vancouver Grizzlies tidak diperpanjang, ia memilih untuk berhenti sejenak dari arena basket selama dua musim (2001-2003).

Pada tahun 2003 Abdul-Rauf mengikat kontrak dengan tim basket Rusia, Ural Great Perm, selama satu musim. Setelah itu kemudian ia berturut-turut bermain untuk klub basket asal Italia Sedima Roseto (2004-2005); klub basket Yunani Aris Thessaloniki (2006-2007); klub basket Arab Saudi Al-Ittihad (2008-2009); dan klub basket Jepang Kyoto Hannaryz (2009-2010).

Setelah malang melintang di berbagai ajang kompetisi basket dunia, Abdul-Rauf masih menyimpan keinginan untuk bisa kembali bermain di ajang kompetisi NBA. ''Mungkin saja saya dapat kembali tampil di Amerika Serikat. Pintu mungkin sudah tertutup tapi NBA tak hanya ada di kota dan saya ingin menggunakan talenta yang diberikan Tuhan meski saya hanya bermain di Timbuktu,'' ujar Abdul Rauf seperti dikutip yahoosports awal April 2010.

Keputusannya untuk meninggalkan kompetisi basket NBA, membawa perubahan besar dalam diri Mahmoud Abdul-Rauf. Secara perlahan, ia mulai berkecimpung dalam kegiatan dakwah. Ia membangun sebuah masjid di kota kelahirannya di Gulfport, Mississippi. Bahkan ia pun menjadi imam di masjid tersebut.

Abdul-Rauf berharap, keberadaan bangunan masjid ini akan membawa dampak positif pada generasi muda di Gulfport yang dikenal sangat dekat dengan obat-obatan dan tindak kriminal. Ia pun kerap menyelenggarakan acara yang melibatkan kaum remaja di Gulfport. ''Ilmu pengetahuan bisa membuat seorang budak menjadi raja,'' itulah nasehat yang kerap disampaikan Abdul-Rauf kepada para remaja muslim di lingkungannya.

Dalam setiap ceramahnya, ia juga berpesan pada generasi muda muslim ini untuk menegakkan Islam dimana pun mereka berada dan menuntut ilmu sebanyak mungkin. ''Kita senantiasa melihat pendidikan sebagai bekal untuk mencari kerja demi keamanan finansial. Tapi kita melupakan tujuan utama pendidikan yang seharusnya menjadi bekal bagi seseorang agar bisa bertahan dalam kehidupan,'' ujarnya.

Ia membandingkan pendidikan Barat yang berbasis sekularisme, memisahkan antara negara dengan agama. Menurutnya, pendidikan dalam Islam harus mencakup segala aspek kehidupan. ''Umat Islam tidak bisa menyingkirkan agamanya ke dalam 'kloset','' kata Abdul-Rauf.

Abdul-Rauf juga menguraikan hasil studi yang dilakukan oleh para profesor di Universitas Harvard dan Universitas Yale. Hasil studi itu menunjukkan bahwa anak-anak Afrika memiliki bakat lebih cepat menangkap pelajaran. ''Sejarah membuktikan bahwa orang-orang Afrika dan Muslim adalah para penemu disiplin ilmu modern seperti aljabar dan berbagai ilmu pengetahuan lainnya,'' tuturnya.

sumber: republika.co.id

Mengubah Nasib

Dalam beberapa pidato yang menggetarkan hati jutaan pendengarnya, Presiden Soekarno beberapa kali menyelipkan petikan ayat suci Alquran. Dalam sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) awal 1960-an, umpamanya, orator ulung itu mengutip penggalan surah ar-Ra'd [13]: 11. "…. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan yang ada pada mereka sendiri .…"

Maksud Bung Karno kala itu menggemakan semangat bangsa Indonesia lewat forum internasional untuk mengubah keadaan (nasib) menjadi lebih baik di masa depan. Presiden pertama RI itu tidak keliru, karena kata "qowmin" dalam teks aslinya-seperti dikutip Muhammad Abduh dalam Risalatut Taukhid-menyangkut nasib suatu kaum (masyarakat dan bangsa), bukan nasib seseorang.

Entah karena latah atau biar tampak beragama dengan baik dan benar, sampai sekarang pun banyak orang suka mengutip penggalan ayat itu bila bicara tekad untuk mengubah nasib. Tafsirnya pun meniru persis Soekarno-perubahan dari negatif (kurang mampu, miskin, terbelakang) menjadi positif (mampu, modern, maju).

Dalam kasus Indonesia sekarang, tafsir serupa itu justru malah bisa menampakkan kezaliman diri sendiri. Telaah para mufasir klasik tentang penggalan ayat itu mengungkapkan bahwa  sesungguhnya "Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum" dari keadaan baik (positif)-seperti telah ditetapkan-Nya-menjadi buruk (negatif). Perkara keadaan kaum itu kemudian menjadi buruk, tentu itu karena kelancangan kaum itu sendiri.

Dalam at-Tafsir al-Muyassar, Dr 'Aidh al-Qarni, seperti juga M Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah, diuraikan bahwa rahmat, hidayah, dan anugerah dari Tuhan yang semula serbabaik (positif), telah diubah menjadi buruk (negatif) oleh suatu kaum. Tuhan konsisten tidak mengubah nikmat yang diberikan kepada suatu kaum, tetapi kaum itu sendiri yang mengubahnya menjadi niqmat (bencana).     

Untuk kasus bangsa kita, misalnya, siapa berani mengatakan bahwa surga dunia ciptaan Tuhan yang bernama Indonesia, yang subur makmur tiada terkira ini, sekarang berubah menjadi berantakan begini bukan karena ulah tangan bangsa Indonesia sendiri?

Kita mengubah anugerah dan nikmat Tuhan menjadi bencana dan laknat. Tuhan memberi kita kesyukuran dan kita membalasnya dengan kekufuran. Tuhan menanamkan iman ke lubuk hati hamba-Nya, kita malah asyik menyekutukan-Nya dengan berhala-berhala hiburan, politik, dan ekonomi.

Sungguh mengerikan kalau masih ada orang yang lantang berpidato: "Karena Tuhan tidak mengubah nasib suatu bangsa. Sebagai bangsa, kitalah yang harus mengubah nasib kita sendiri." Naudzubillhi min dzalik.

Penulis : EH KartanegaraBudayawan, tinggal di Pekalongan
Sumber: http://www.republika.co.id

Minggu, 27 Maret 2011

RUU Zakat dan Kesejahteraan Umat

Salah satu rancangan undang-undang yang masuk dalam Prolegnas 2010 dan kini sedang intensif dibahas adalah RUU Pengelolaan Zakat, yang merupakan amendemen terhadap Undang-Undang No. 38 Tahun 1999. RUU Zakat ini menjadi penting mengingat potensi dananya yang besar dan perannya yang strategis dalam pengentasan masyarakat miskin dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks masyarakat madani Indonesia yang demokratis, RUU Zakat akan mengukuhkan peran negara dalam memberi perlindungan bagi warga negara yang menjadi pembayar zakat (muzakki), menjaga ketertiban umum dengan mencegah penyalahgunaan dana zakat, memfasilitasi sektor amal untuk perubahan sosial, dan memberi insentif bagi perkembangan sektor amal.

Dalam pembahasan RUU Zakat ini terdapat beberapa isu utama yang penting untuk didorong masuk ke pembahasan dan debat publik, yaitu desentralisasi pengelolaan zakat dengan regulator yang kuat dan kredibel, konsolidasi Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) menuju dunia zakat nasional yang efisien, dan kemitraan pemerintah-OPZ untuk akselerasi pengentasan kemiskinan. Otoritas zakat
Di bawah rezim UU No. 38/1999, dunia zakat nasional berjalan tanpa tata kelola yang memadai. Ribuan OPZ, baik bentukan pemerintah (Badan Amil Zakat/BAZ) maupun masyarakat (Lembaga Amil Zakat/LAZ), muncul tanpa mendapat regulasi dan pengawasan yang memadai. Hal ini secara jelas rawan memunculkan penyimpangan dana zakat masyarakat oleh pengelola yang tidak amanah. Kebangkitan dunia zakat nasional di tangan masyarakat sipil era 1990-an, yang telah mentransformasikan zakat dari ranah amal-sosial- individual ke ranah ekonomi-pembangunan -keumatan, terancam tergerus oleh “penumpang-penumpang gelap” di dunia zakat. Perkembangan dunia zakat nasional juga berjalan lambat karena tidak ada upaya koordinasi dan sinergi antar-OPZ yang berjalan dengan agenda masing-masing. Hasilnya, kinerja dunia zakat nasional, khususnya dalam pengentasan masyarakat dari kemiskinan, terasa jauh dari optimal.
Maka, agenda terbesar dunia zakat nasional saat ini adalah mendorong tata kelola yang baik dengan mendirikan otoritas zakat yang kuat dan kredibel, katakan Badan Zakat Indonesia (BZI), yang akan memiliki kewenangan regulasi dan pengawasan di tiga aspek utama, yaitu kepatuhan syariah, transparansi dan akuntabilitas keuangan, serta efektivitas ekonomi dari pendayagunaan dana zakat. BZI dibentuk di tingkat pusat dan dapat membuka perwakilan di tingkat provinsi jika dibutuhkan.
Wacana yang digulirkan pemerintah dan sebagian ormas untuk melakukan sentralisasi pengelolaan zakat oleh pemerintah dalam rangka memperbaiki kinerja zakat nasional adalah tidak valid, ahistoris, dan mengingkari peran masyarakat sipil dalam Indonesia kontemporer yang demokratis. Kinerja penghimpunan dan pendayagunaan dana zakat lebih banyak ditentukan oleh legitimasi dan reputasi lembaga pengumpul, bukan oleh sentralisasi kelembagaan oleh pemerintah. Kinerja zakat justru meningkat setelah dikelola oleh masyarakat sipil. Kegiatan operasional organisasi nirlaba yang transparan dan akuntabel lebih disukai dan menumbuhkan kepercayaan muzakki. Kepercayaan (trust) menjadi kata kunci di sini. Kepercayaan masyarakat inilah yang dibangun melalui tata kelola yang baik, yaitu operator zakat (OPZ) mendapat regulasi dan pengawasan yang memadai dari otoritas zakat (BZI).
Konsolidasi
Di bawah rezim UU No. 38/1999, jumlah OPZ melonjak sangat pesat. Hal ini secara jelas mengindikasikan inefisiensi dunia zakat nasional dalam kaitan dengan penghimpunan dana zakat yang relatif masih kecil. Hingga kini setidaknya terdapat BAZNAS dan 18 LAZ nasional, 33 BAZ provinsi, dan 429 BAZ kabupaten/kota, belum termasuk 4.771 BAZ kecamatan, ribuan LAZ provinsi-kabupaten- kota dan puluhan ribu amil tradisional berbasis masjid serta pesantren. Pengelolaan zakat nasional menjadi tidak efisien, karena mayoritas OPZ beroperasi pada skala usaha yang terlalu kecil. Dampak zakat pun menjadi minimal.
Langkah reformasi paling mendasar di sini adalah dengan memperketat pendirian OPZ baru dan melarang pihak yang tidak berhak untuk menghimpun dan mengelola zakat. Langkah berikutnya adalah mendorong upaya konsolidasi OPZ menuju dunia zakat nasional yang efisien dan efektif. UU Zakat harus mendorong upaya reward and punishment bagi OPZ dalam upaya konsolidasi dunia zakat nasional ini, yaitu dalam bentuk peningkatan kapasitas OPZ, merger dan akuisisi antar-OPZ, serta penurunan status OPZ dengan kinerja rendah menjadi UPZ (Unit Pengumpul Zakat).
Untuk mendorong konsolidasi, UU Zakat harus memberi batasan minimal penghimpunan dana, katakan Rp 5 miliar per tahun, agar sebuah OPZ dapat terus beroperasi. Jika batas ini tak dapat dipenuhi, OPZ harus merger dengan OPZ lain, bergabung dengan OPZ jangkar, atau diturunkan statusnya menjadi UPZ. UPZ berbasis masjid, pesantren, perusahaan dan institusi harus berafiliasi dan berinduk kepada OPZ dan dapat melakukan pendayagunaan dana maksimal 50 persen untuk prioritas lokal, termasuk bagian amil. UPZ dengan penghimpunan dana di bawah Rp 100 juta per tahun tidak berhak melakukan pendayagunaan dana, kecuali bagian amil.
Di sisi lain, OPZ besar didorong beroperasi lintas negara menjadi OPZ berskala internasional, katakan dengan penghimpunan dana di atas Rp 500 miliar per tahun. Sedangkan OPZ dengan penghimpunan dana antara Rp 100-500 miliar, didorong menjadi OPZ nasional, yang melakukan penghimpunan dan pendayagunaan secara umum di seluruh Nusantara. Sedangkan OPZ dengan penghimpunan dana di bawah Rp 100 miliar per tahun diarahkan menjadi OPZ fokus wilayah atau fokus program pendayagunaan (seperti kesehatan, pendidikan, pemberdayaan UKM, anak jalanan, petani dan nelayan gurem, buruh migran/TKI, desa tertinggal, dan lain-lain).
Dengan konsolidasi dan sistem kelembagaan jejaring, pengelolaan zakat secara formal kelembagaan akan optimal. Semua potensi zakat dapat dihimpun, dan didayagunakan secara professional dan amanah untuk kesejahteraan umat. Di sisi lain, format kelembagaan khusus bagi UPZ akan memberdayakan potensi amil tradisional dengan tetap memberi peluang bagi penggunaan untuk kepentingan lokal.
Kemitraan
Berbagai wacana muncul dalam RUU Zakat untuk mendorong kinerja dunia zakat nasional, antara lain zakat sebagai pengurang pajak penghasilan (tax credit) dan sanksi bagi muzakki yang lalai. Zakat sebagai tax credit diyakini akan menjadi insentif yang memadai bagi muzakki dalam menunaikan kewajibannya. Namun wacana ini, jika terealisasi, akan memberi dampak signifikan bagi penerimaan pajak, berpotensi disalahgunakan, dan bermasalah secara yuridis karena ketentuan soal pajak semestinya diatur dalam UU Perpajakan. Karena itu, diperkirakan wacana ini sulit diterima dan diimplementasikan oleh otoritas pajak. Sedangkan wacana sanksi bagi muzakki cenderung tidak produktif karena secara politis akan mendapat banyak stigma negatif dan secara ekonomi diyakini tidak akan efektif pelaksanaannya.
Wacana yang lebih menarik dan progresif untuk meningkatkan kinerja dunia zakat nasional adalah mendorong kemitraan pemerintah dan OPZ untuk akselerasi pengentasan masyarakat dari kemiskinan. UU Zakat harus mengamanatkan bahwa pemerintah akan secara aktif mengikutsertakan OPZ dalam program penanggulangan kemiskinan. Kemitraan pemerintah-OPZ dalam program penanggulangan kemiskinan dapat berupa pemberian hibah (block-grant) ataupun kontrak penyediaan jasa sosial (specific-grant) , dengan pemerintah menerapkan kriteria dan persyaratan (eligibility criteria) bagi OPZ penerima dana program penanggulangan kemiskinan, seperti transparansi finansial, efektivitas pendayagunaan dana, dan kesesuaian dengan prioritas nasional/daerah.
Terdapat beberapa keuntungan bagi pemerintah bila melakukan pola pendayagunaan dana pengentasan masyarakat miskin melalui kemitraan dengan OPZ seperti ini. Pertama, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas program pengentasan masyarakat miskin. Kedua, menurunkan tingkat penyalahgunaan dana pengentasan masyarakat miskin dan meningkatkan efektivitasnya. Ketiga, memperkenalkan iklim persaingan di dalam birokrasi pengelolaan dana pengentasan masyarakat miskin.
Oleh: Yusuf Wibisono, Wakil Kepala Pusat Ekonomi & Bisnis Syariah FEUI
Sumber: Koran Tempo @koranmuslim.com

Jumat, 25 Maret 2011

Khitan Massal : Ajang Saling Kenal antar Warga Kampung

Matahari baru saja terbit di ufuk timur. Menghangati udara pagi sebuah perkampungan. Sejumlah bocah tampak berjalan cepat menuju Masjid Ibnu Sina Lingkungan Dangin, Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem. Setiap anak ditemani kedua orang tua. Ada pula ditemani ayah atau ibu saja.
Ceria, sedih, bercampur pasrah tampak di wajah anak-anak berusia TK dan SD ini. Mereka bertekad untuk mengikuti acara Program Khitan Massal. Acara ini dilaksanakan oleh LAZ DSM Cabang Karangasem bekerjasama dengan LAZ DSM Denpasar, Rumah Sehat Madani, dan beberapa donatur DSM.
Ada 60 anak dikhitan pada Ahad, 13 Maret 2011. Mereka dari kalangan keluarga kurang mampu, dari berbagai kampung. Salah satunya, kampung Dangin. Bagi warga Dangin, aksi sosial ini mampu merekatkan ukhuwah sekaligus memperingati kelahiran Rasulullah Saw. Semua warga terlibat aktif untuk membantu acara ini agar tidak ada kendala.
Untuk mengikuti acara ini, anak-anak tidak dikenakan biaya, karena semua biaya berasal dari para donatur. Selepas dikhitan, setiap anak diberi satu bingkisan menarik. Di samping khitan massal, ada pemberian beasiswa bagi anak-anak berprestasi. Bagi para orang tua diberi bingkisan baju.

“Program Khitan Massal ini, kami adakan tiap tahun”, ucap Thohar, Direktur LAZ DSM Karangasem. Tempat acara berpindah-pindah, dari kampung satu ke kampung lain. Agar anak-anak dan orang tua dari berbagai kampung bisa saling kenal di Lingkungan Dangin. Harapannya, kerukunan dan kepedulian antar warga semakin erat lewat ajang ini.
“Harapan kita program ini bisa berjalan tiap tahun karena mengingat kondisi di Karangasem minim dokter untuk khitan, sehingga diharapkan anak-anak dari kalangan dhuafa dapat memperoleh kesempatan khitan gratis, agar mereka lebih sehat”, ujar Thohar ketika diwawancarai wartawan Radar Bali dan Bali Express. AK

Kamis, 24 Maret 2011

Peran Masjid dalam Pemberdayaan Zakat

PASCA Ramadhan, seperti biasanya, panitia zakat yang dibentuk di masjid-masjid berakhir seiring berakhirnya Ramadhan. Panitia zakat hanya bekerja secara musiman, sebab panitia hanya terbentuk dan bekerja hanya dalam kurun waktu tertentu saja, biasanya dari mulai pertengahan hingga akhir Ramadhan. Hal ini disebabkan panitia zakat yang terbentuk di masjid-masjid “hanya” diperuntukkan menerima zakat fitrah yang menjadi kewajiban setiap muslim dalam mengakhiri puasa Ramadhan. Walaupun dalam pelaksanaannya, panitia zakat yang ada di masjid juga menerima “segala jenis dana philantropis” lainnya, apakah yang disebut dengan zakat fitrah, zakat mal, fidyah puasa, infak, sedekah dan sebagainya.
Fenomena ini menunjukkan tidak berdayanya masjid dalam fungsi idealnya. Peran masjid sebagai pusat pemberdayaan umat, terutama pada bidang ekonomi kelihatan kerdil. Selain itu, sungguh, kondisi ini benar-benar tidak kondusif bagi sistem philanropis Islam yang idealnya mampu menggerakkan ekonomi umat menuju kesejahteraan, namun tak bisa disangkal, inilah kondisi ril peran masjid dan pengumpulan zakat kita saat ini.
Secara struktur bahwa sistem kelembagaan zakat di Indonesia masih sangat kacau. Dalam hal legalitas kepanitiaan zakat di masjid-masjid saja misalnya, panitia zakat hanya bersifat lokal dan tidak terkordinir secara baik, kepanitiaan zakat masjid biasanya hanya di “SK” kan oleh ketua Badan Kenaziran Masjid (BKM) bersangkutan. Memang tidaklah salah, namun kepanitiaan zakat yang bersifat sementara ini mengakibatkan beberapa hal yang justru mereduksi (baca: mengurangi) makna “amil” sebagaimana yang disebut dalam Al-Quran.
Pertama, kepanitiaan zakat yang terbentuk di masjid hanya bersifat lokalis sekaligus temporer (sementara). Panitia hanya bekerja dalam kurun waktu tertentu, jika dirata-ratakan, panitia hanya bekerja lima hingga sepuluh hari menjelang akhir Ramadhan. Kepanitiaan zakat “ala sementara” ini tentu mereduksi makna “amil” sebagai salah satu mustahak zakat.
Walaupun ada sebagian pendapat yang mengatakan bahwa tugas pengumpul zakat sementara “model sementara ini” juga dapat disebut ‘amil, namun dalam makna yang hakiki amil adalah orang atau sekelompok orang yang bertugas sebagai pengumpul zakat sekaligus mengelola zakat secara permanen sehingga “wajar” mereka mendapatkan sebagian dana zakat. Dalam kenyataannya, tidak sedikit masjid yang masih menganggap bahwa mereka adalah sebagai “amil” yang mendapatkan bagian dari uang atau beras zakat yang terkumpul itu.
Kedua, kepanitiaan zakat yang bersifat sementara dan tanpa terkordinasi menjadikan pemberian zakat secara merata dan proporsional telah terabaikan. Tidak hanya itu, pendistribusian zakat secara salah sasaran juga dapat sering terjadi akibat tidak terkordinirnya pemberian zakat antara satu masjid dengan masjid yang lain.
Salah satu contoh yang mudah disebutkan, dalam hal pemerataan, fakir dan miskin yang menjadi mustahik zakat kemungkinan banyak yang tidak mendapatkan harta zakat jika ia bertempat tinggal di daerah masjid yang sedikit dana zakatnya. Jikapun fakir miskin mendapatkan uang/beras zakat namun jumlahnya sangat terbatas. Selanjutnya, penyaluran zakat dapat terjadi kepada orang yang tidak mustahak atau tidak masuk kriteria fakir miskin, disebabkan sulitnya mendapatkan orang yang fakir dan miskin di daerah “kaya”. Jikapun terdapat orang miskin yang memperoleh dana/zakat, maka jumlahnya berbeda dan mungkin jauh berbeda dengan daerah yang masjid terpencil dan dana zakatnya kecil. Karena itulah, kepanitiaan zakat yang tidak terkordinasi menjadikan dana zakat tidak tersalurkan secara tepat sekaligus tidak merata.
Maka tidak mengherankaan jika kepanitiaan yang bersifat lokal biasanya akan “memaksakan” kriteria fakir miskin sebagai mustahak bagi masyarakat di sekitarnya saja. Walaupun telah ada masjid yang mengirimkan zakatnya ke luar daerah masjidnya untuk diberikan kepada golongan fakir atau miskin yang sebenarnya. Namun tidak sedikit masjid yang harus “memaksakan kriteria fakir-miskin” sebagai tempat penyaluran zakat. Padahal, di masjid di “kampung lain”, masih banyak terdapat fakir dan miskin yang masih terlantar tidak mendapatkan dana zakat. Intinya, kepanitian zakat yang bersifat lokalis dan tidak terkordinasi menyebabkan tidak meratanya “mengayakan para fakir dan miskin pada hari hara idul fitri”.
Ketiga, dalam konteks jangka panjang, kepanitiaan zakat yang bersifat lokal dan tidak terkordinasi menyebabkan sulitnya bagi kita untuk memetakan potensi zakat yang ada. Saat ini sulit bagi kita mengetahui berapa jumlah zakat yang terkumpul pada suatu daerah, apalagi untuk lingkup provinsi dan seterusnya. Jangankan untuk melakukan pemberdayaan ekonomi lewat zakat, berapa jumlah zakat atau potensi zakat saja kita sulit mengetahuinya. Padahal, potensi zakat mal sangat diharapkan dapat membantu memberdayakan ekonomi rakyat secara ril dengan upaya-upaya strategis.
Persoalan kelembagaan
Persoalan ini muncul akibat lemahnya kebijakan tentang kelembagaan zakat. Dalam regulasi zakat masih menyimpan persoalan yang cukup serius. Saat ini, pemerintah kembali merencana revisi UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Rencana revisi ini menyangkut tiga (3) hal, pertama, rencana ancaman hukuman bagi muzakki yang enggan mengeluarkan zakat. Kedua, zakat dapat mengurangi besarnya pajak serta yang ketiga, pengintegrasian (penyatuan) LAZ ke BAZ.
Namun yang lebih penting dari itu, bahwa pemerintah sebagai regulator sekaligus pelaksana belum mampu melakukan pengorganisasian zakat secara baik dan menyeluruh. Dalam hal pembentukan Badan Amil Zakat (BAZ) untuk tingkat kecamatan saja pemerintah belum mampu membentuknya secara menyeluruh. Padahal Badan Amil Zakat (BAZ) di tingkat kecamatanlah seyogyanya membentuk unit pengumpul zakat (UPZ) di tingkat bawahnya terutama pada masjid-masjid yang ada. Kondisi inilah yang menjadi akar persoalan hancurnya pengorganisasian zakat ditingkat yang paling bawah yang sangat menentukan itu.
Karenanya, selain melakukan grand design pemungutan dan penyaluran zakat secara tersistem dengan melakukan revisi UU Zakat yang sedang digodok di DPR terus dilakukan, pengorganisasian zakat ditingkat akar rumput (masjid-masjid dan kantor-kantor) perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Kementerian Agama tingkat kabupaten/kota mempunyai peran sentral dalam pembentukan BAZ ditingkat kecamatan-kecamatan. Jika BAZ di kecamatan saja tidak mampu dibentuk oleh pemerintah maka, UPZ-UPZ di tingkat masjid tidak terkordinasi dan berjalan sendiri-sendiri, belum lagi berbicara manajemen zakat dan segala persoalan yang muncul di tengah masyarakat.
Peran masjid dalam pemberdayaan zakat
Idealnya, masjid-masjid yang telah membentuk kepanitiaan zakat pada Ramadhan lalu tidaklah membubarkan diri seiring berlalunya Ramadhan. Namun, kepanitiaan zakat hendaknya melakukan pembenahan sekaligus penguatan organisasi yang berorientasi pada pengumpulan dan pemberdayaan dana zakat di daerah kawasan masjidnya masing-masing.
Sudah saatnya masjid-masjid mampu mendata para muzakki dan mustahik dikawasan sekitar masjidnya. Jika dikelola dengan manajemen yang baik, para muzakki tidak akan enggan membayar zakatnya secara periodi ke panitia masjid. Jika terdapat dana zakat mal yang diperoleh saat Ramadhan lalu, maka dapat dijadikan titik awal bagi masjid untuk melakukan pemberdayaan dana zakat bagi masyarakat miskin di sekitar.
Selanjutnya, masjid-masjid dapat melakukan pendataan para mustahik dan potensi usaha yang dapat dilakukan. Usaha atau pencarian usaha bagi fakir dan miskin dapat saja dengan memaksimalkan potensi jama’ah yang mempunyai kemampuan “mendampingi” usaha fakir miskin, bahkan jika perlu menggunakan konsultan bisnis sehingga usaha yang dilakukan fakir miskin dapat berhasil.
Walau konsep yang ditawarkan di atas bukanlah suatu pekerjaan mudah, namun mengapa tidak kita mulai dari sekarang? Paling tidak, pemberdayaan model ini dapat diprakarsai dan dimulai oleh masjid-masjid yang relatif “makmur” di masing-masing daerah. Idealnya, masjid bukanlah hanya mengurus imam, khatib dan perayaan hari besar Islam, serta melaporkan infak yang diperoleh setiap jum’atnya, namun lebih dari itu masjid juga mengurus jama’ah dan masyarakat di sekitarnya yang tergolong fakir-miskin. Menjadi kewajiban setiap masjid untuk membebaskan jama’ahnya dari kemiskinan dan kemelaratan. Jika tahun ini mereka masih menjadi mustahik zakat, insya Allah setahun atau dua tahun ke depan, mereka telah menjadi muzakki yang membayarkan zakat.
Sumber: WASPADA Online, Friday, 24 September 2010, oleh: MUSTAFA KAMAL ROKAN (Dosen Hukum Bisnis IAIN Sumatera Utara dan STIH Graha Kirana Medan)

Zakat, Distribusi Kekayaan yang Adil

Pemerataan ekonomi dengan saling menyingsingkan lengan baju. Pemerataan ekonomi dengan saling menyingsingkan lengan baju. Ibnu Khaldun pernah mengemukakan, bahwa benda itu selalu beredar di antara penguasa dan rakyat. Ironisnya, negara yang menjadi pasar paling besar sehingga rakyat kehilangan sirkulasi kekayaan secara merata.
Karena itu, semangat zakat dalam Islam adalah berbagi kenikmatan, kebahagian, dan kekayaan antar manusia. Inilah yang disebut pemerataan pertumbuhan ekonomi bagi semua lapisan masyarakat. Bukan lagi pemusatan kekayaan di kalangan segelintir orang yang berkuasa dan memiliki modal.
Sudah menjadi fakta, bahwa kegiatan ekonomi sekarang telah melahirkan kesenjangan pendapatan yang semakin lebar dan makin besar. Misalnya, sebagaimana dikemukakan dalam Human Development Report 2006 yang diterbitkan oleh UNDP (United National Development Programme). Berdasarkan laporan tersebut, 10 persen kelompok kaya dunia menguasai 54 persen total kekayaan dunia. Sedangkan sisanya 90 persen masyarakat dunia mengusai 45 persen total kekayaan dunia (Beik, 2006).
Salah satu faktor utama yang menyebabkan besarnya kesenjangan pendapatan tersebut adalah karena ketiadaan mekanisme distribusi kekayaan yang mencerminkan prinsip keadilan dan keseimbangan, sehingga kekayaan terkonsentrasi di tangan segelintir kelompok. Padahal, Allah SWT sangat menentang perputaran harta di tangan kelompok elit masyarakat saja, sebagaimana yang dinyatakanNya dalam QS Al Hasyr: 7: “…supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu…”
Konsep utamanya ada niatan mau berbagi kepada kaum fakir miskin. Konsep utamanya ada niatan mau berbagi kepada kaum fakir miskin. Dalam ajaran Islam, salah satu mekanisme distribusi pendapatan dan kekayaan ini adalah melalui instrumen zakat, infak dan sedekah (ZIS). Rasulullah SAW, dalam sebuah hadits riwayat Imam Al-Ashbahani dari Imam Thabrani, menyatakan: “Sesungguhnya Allah SWT telah mewajibkan atas hartawan muslim suatu kewajiban zakat yang dapat menanggulangi kemiskinan. Tidaklah mungkin zakat terjadi seorang fakir menderita kelaparan atau kekurangan pakaian, kecuali oleh sebab kebakhilan yang ada pada hartawan muslim. Ingatlah, Allah SWT akan melakukan perhitungan yang teliti dan meminta pertanggungjawaban mereka dan selanjutnya akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih”. (HR. Thabrani dalam Al Ausath dan Ash Shoghir).
Hadits tersebut memberikan dua isyarat. Pertama, kemiskinan bukanlah semata-mata disebabkan oleh kemalasan untuk bekerja (kemiskinan kultural), akan tetapi juga akibat dari pola kehidupan yang tidak adil (kemiskinan struktural) dan merosotnya kesetiakawanan sosial, terutama antara kelompok kaya dan kelompok miskin.
Rasa kebersamaan muncul ketika kita mampu memahami penderitaan orang lain dengan cara menjelmakan penderitaan itu ke dalam diri kita. Rasa kebersamaan muncul ketika kita mampu memahami penderitaan orang lain dengan cara menjelmakan penderitaan itu ke dalam diri kita. Lapoe dan Colin (1978) serta George (1981) menyatakan bahwa penyebab utama kemiskinan adalah ketimpangan sosial ekonomi akibat adanya sekelompok kecil orang-orang yang hidup mewah di atas penderitaan orang banyak, dan bukannya disebabkan oleh semata-mata kelebihan jumlah penduduk (over population).
Kedua, jika zakat, infak, dan sedekah dapat dilaksanakan dengan penuh kesadaran dan dikelola dengan baik, apakah dalam aspek pengumpulan ataupun dalam aspek pendistribusian, kemiskinan dan kefakiran ini akan dapat ditanggulangi, paling tidak dapat diperkecil (Hafidhudin, 1998). Dalam Al-Quran dan Hadits, zakat, infak dan sedekah di samping sering digandengkan dengan shalat, juga digandengkan dengan kegiatan riba, misalnya dalam QS Ar-Rum: 39 dan QS Al-Baqarah: 276. Hal ini mengisyaratkan bahwa optimalisasi ZIS akan memperkecil kegiatan ekonomi yang bersifat ribawi.
Inilah tantangan kita agar zakat menjadi institusi strategis bagi penciptaan sistem ekonomi yang adil dan bertanggung jawab , bukan sekedar pemberian untuk menghibur. Dengan demikian, zakat berfungsi lebih luas, bukan sekedar menyucikan harga, jiwa, atau menghibur orang miskin, tetapi mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat berbasis keadilan. Dalam bahasa Monzer Kahf (1995) disebut distribusi harga yang egaliter. Inilah yang menjadi inti ajaran zakat dalam dimensi Islam secara sosial.
Sumber: tnol.co.id, oleh: Iskandar Bakrie, Rabu, 10 Maret 2010

Bangkitnya Pemberdayaan Nasional

Kemiskinan sebagai sebuah fenomena masyarakat telah dikenal sejak manusia berada, tetapi kesadaran memeranginya untuk mewujudkan pemerataan yang adil seringkali terkendala dengan berbagai penyebab. Akibatnya kita masih terus menyaksikan jurang yang terus menganga antara kaum kaya dan miskin.
Dalam sejarah agama, kemiskinan sudah diakui, dan agama-agama tauhid juga mengandung perintah agar memperhatikan nasib kaum papa. Mereka yang dikaruniai rezeki lebih harus berempati terhadap yang miskin, karena Allah SWT memberikan segala sumber daya alam di bumi untuk dapat dimanfaatkan dan dinikmati bersama dengan seadil-adilnya.
Tetapi kemudian manusia dengan sifat keserakahan dan kebakhilannya mengganggu keharmonisan masyarakat dengan menguasai sumber daya alam secara zalim. Demikianlah maka timbul penstrataan dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga yang kaya menguasai kaum miskin. Lalu bagaimana pemberdayaan kaum dhuafa dapat bangkit secara tegak di negeri ini?
Pada tatanan sejarah umat Islam Indonesia, perkembangannya tidak bisa lepas dari keberadaan pelaku entreprenership (kewirausahaan). Sejarah membuktikan hal itu. Keberadaan Islam di Indonesia tak luput dari peran pedagang yang membawa dan menyebarkannya. Pada awal abad 20, Sarekat Islam sebagai organisasi masyarakat dan politik, berawal dari perkumpulan pedagang muslim (Sarekat Dagang Islam). Pengusaha menjadi donatur tetap Sarekat Islam, dan kurang dari lima tahun Sarekat Islam menjelma menjadi gerakan politik pertama terbesar di era pergerakan nasional yang ikut mendorong terjadinya perubahan sosial, politik, dan ekonomi bangsa Indonesia.
Periode setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia untuk dua dasawarsa penuh dengan kegoncangan politik. Selama pemerintahan di bawah Presiden Soeharto yang sentralistik ada beberapa usaha nyata, di antaranya yang menyentuh masyarakat pedesaan untuk meningkatkan produksi padi.
Praktek pengelolaan zakat pada era 1980-an, masih dilakukan dengan sangat sederhana dan alamiah. Setelah melewati fase pengelolaan zakat secara individual itu, sebagian kaum muslimin di Indonesia menyadari perlunya peningkatan kualitas pengelolaan zakat. Masyarakat mulai merasakan perlunya lembaga pengelola zakat, infak, dan sedekah.
Dorongan untuk melembagakan pengelolaan zakat ini terus menguat. Di era tahun 1990-an perkembangan perzakatan di Indonesia pun sudah mulai menunjukan kemajuan yang cukup menggembirakan, walau belum memuaskan. Sementara itu kalau melihat potensi penghimpunan zakat di Indonesia, didapatkan angka hingga Rp 9 triliun per tahun berdasarkan survey PIRAC.
Dalam hal ini, karena zakat sesungguhnya bisa meminimalisir angka kemiskinan secara efektif. Yusuf Qardhawi dalam bukunya “Fiqih Zakat” (1995) menjelaskan bahwa terkait dengan dampak pendayagunaannya sehingga dapat mengangkat fakir miskin keluar dari kemiskinan dan menghilangkan segala faktor yang membuatnya melarat. Zakat bukan sekadar bantuan sesaat kepada fakir miskin untuk meringankan penderitaannya namun bertujuan membantu fakir miskin agar mampu berdaya memperbaiki kehidupannya. Zakat harus menjadi kekuatan untuk mendorong, memperbaiki dan meningkatkan kehidupan ke arah yang lebih baik bagi penerimanya.
Penyaluran zakat untuk pengembangan ekonomi yang memandirikan selama ini masih belum optimal dijalankan. Karena pelaksanaannya memang tidak semudah membalik tangan. Namun di lain hal, amilin perlu upaya lebih maksimal membuat program-program berkelanjutan yang kreatif, inovatif, dan cepat, sehingga dampak zakat secara ekonomi bisa efektif.
Dalam hal penerima program pun secara intensif harus diberi penyadaran untuk memperbaiki sikap mental, pengetahuan dan keterampilannya ke kehidupan lebih baik. Sehingga mendayagunakan dana zakat bagi program pemberdayaan ekonomi, akan membutuhkan mujahadah dan kesungguhan kita bersama.
Menjadi sebuah keniscayaan agar umat Islam ini tegak, atas peran serta penuh kaum aghnia untuk memberdayakan dhuafa, khususnya secara berjemaah dengan diimami oleh sebuah lembaga yang amanah. Hingga akhirnya kita bersama bisa menyambut kebangkitan pemberdayaan nasional!
Sumber: dpu-online.com, oleh: H. Asep Hikmat, Direktur DPU Daarut Tauhiid

Senin, 21 Maret 2011

Zakat Profesi


Dasar Hukum
Firman Allah SWT:
dan pada harta-harta mereka ada hak untuk oramng miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak dapat bagian
(QS. Adz Dzariyat:19) Firman Allah SWT:
Wahai orang-orang yang beriman, infaqkanlah (zakat) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik.
(QS Al Baqarah 267)
Hadist Nabi SAW:
Bila zakat bercampur dengan harta lainnya maka ia akan merusak harta itu
(HR. AL Bazar dan Baehaqi) Hasil Profesi
Hasil profesi (pegawai negeri/swasta, konsultan, dokter, notaris, dll) merupakan sumber pendapatan (kasab) yang tidak banyak dikenal di masa salaf(generasi terdahulu), oleh karenanya bentuk kasab ini tidak banyak dibahas, khusunya yang berkaitan dengan "zakat". Lain halnya dengan bentuk kasab yang lebih populer saat itu, seperti pertanian, peternakan dan perniagaan, mendapatkan porsi pembahasan yang sangat memadai dan detail. Meskipun demikian bukan berarti harta yang didapatkan dari hasil profesi tersebut bebas dari zakat, sebab zakat pada hakekatnya adalah pungutan harta yang diambil dari orang-orang kaya untuk dibagikan kepada orang-orang miskin diantra mereka (sesuai dengan ketentuan syara'). Dengan demikian apabila seseorang dengan hasil profesinya ia menjadi kaya, maka wajib atas kekayaannya itu zakat, akan tetapi jika hasilnya tidak mencukupi kebutuhan hidup (dan keluarganya), maka ia menjadi mustahiq (penerima zakat). Sedang jika hasilnya hanya sekedar untuk menutupi kebutuhan hidupnya, atau lebih sedikit maka baginya tidak wajib zakat. Kebutuhan hidup yang dimaksud adalah kebutuhan pokok, yakni, papan, sandang, pangan dan biaya yang diperlukan untuk menjalankan profesinya. Zakat profesi memang tidak dikenal dalam khasanah keilmuan Islam, sedangkan hasil profesi yang berupa harta dapat dikategorikan ke dalam zakat harta (simpanan/kekayaan). Dengan demikian hasil profesi seseorang apabila telah memenuhi ketentuan wajib zakat maka wajib baginya untuk menunaikan zakat. Contoh:
Akbar adalah seorang karyawan swasta yang berdomisili di kota Bogor, memiliki seorang istri dan 2 orang anak.
Penghasilan bersih perbulan Rp. 1.500.000,-.
Bila kebutuhan pokok keluarga tersebut kurang lebih Rp.625.000 per bulan maka kelebihan dari penghasilannya = (1.500.000 - 625.000) = Rp. 975.000 perbulan.
Apabila saldo rata-rata perbulan 975.000 maka jumlah kekayaan yang dapat dikumpulkan dalam kurun waktu satu tahun adalah Rp. 11.700.00 (lebih dari nishab).
Dengan demikian Akbar berkewajiban membayar zakat sebesar 2.5% dari saldo.

Dalam hal ini zakat dapat dibayarkan setiap bulan sebesar 2.5% dari saldo bulanan atau 2.5 % dari saldo tahunan.

sumber :
Al Faridy, Hasan Rifa'i, Drs.,Panduan Zakat Praktis, Dompet Dhuafa Republika, 1996

Selasa, 15 Maret 2011

Senin, 14 Maret 2011

Minggu, 13 Maret 2011

Jumat, 11 Maret 2011

Raker DSM Bali : Melahirkan Visi 2030

Bertujuan untuk mengembangkan kondisi internal manajemen Dompet Sosial Madani (DSM) Bali, pada hari Selasa-Rabu, 4-5 Januari 2011, Yayasan DSM Bali mengadakan Rapat Kerja (Raker) 2011. Acara dilaksanakan di Aula DSM Bali Jalan Diponegoro 157 Denpasar. Diikuti oleh seluruh direksi dan manajer DSM Group.
Dalam hal ini, yayasan DSM Bali membentuk Visi 2030, dengan maksud akan berlaku sampai 20 tahun mendatang. Visi besarnya adalah menjadi lembaga sosial terbesar di Indonesia Timur untuk mengatasi problematika sosial masyarakat di berbagai aspek kehidupan dalam rangka peningkatan taraf hidup dan kemandirian.
Selain membentuk Visi, DSM Bali juga membentuk misi yang terbagi menjadi beberapa bidang, yaitu ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial kedermawanan, keilmuan, jaringan, SDM, dan Media.
- Dalam bidang ekonomi, misi DSM Bali adalah mendorong terwujudnya lembaga keuangan mikro (syariah) yang mampu memberikan kemudahan akses pemodalan, layanan pendampingan bagi kelompok usaha kecil dan menengah menjadi lebih berkembang.
- Dalam bidang pendidikan, mewujudkan sarana pendidikan dan keterampilan yang kondusif, bebas biaya dan berkualitas.
- Di bidang kesehatan, mewujudkan sarana kesehatan masyarakat yang murah, dan memadai serta uapaya penyadaran kepada masyarakat tentang pentingnya pola hidup sehat.
- Bidang sosial kedermawanan, meningkatkan kepedulian dan kedermawanan masyarakat melalui pendayagunaan dana ziswaf.
- Keilmuan, mampu menjadi pusat rujukan strategis studi dan kajian sosial budaya masyarakat.
- Jaringan, Membantu aliansi strategis terhadap komponen masyarakat untuk mewujudkan visi lembaga.
- SDM, mengembangkan kualitas SDM yang handal, mendukung pencapaian tujuan lembaga.
- Media, mewujudkan sarana media komunitas terbesar, amanah, dan profitable dalam ragka pengokohan lembaga dan amar makruf nahi munkar.

Dalam acara ini, Bapak Saifuzzuhri selaku sekretaris Presiden Direktur DSM Grup, menyampaikan harapan-harapannya kepada DSM. “Ada perbedaan antara Visi dan Misi tahun lalu dan sekarang, ada patokan yang lebih tinggi lagi, diharapkan agar DSM Grup menjadi lebih baik, penguatan teamwork dari unit dari program tahunan dan program 5 tahun. Yang jelas, Kesadaran sinergi posisi lembaga sosial dan dakwah juga semakin meningkat.”
Acara ditutup pada hari Rabu 5 Januari 2011 dengan harapan kepada DSM Group agar tetap menjaga amanah, meningkatkan kualitas, profesional dan semangatnya sesuai visi dan misi yang telah terbentuk.

Si cantik " ava " yang Hidrocephalus

Ava itu adalah panggilan seorang balita perempuan yg baru berusia 1 tahun dari pasangan suami istri muda yg hidup di bali tepat nya di kelurahan krobokan , mereka adalah bli Prima Huda Saka dan ayu , ketika anak mereka " kitara azzahra saka "atau yg di kenal ava, pada saat lahir bayi ini seperti bayi normal  lainnya tapi setelah 3 bulan umur bayi ini barulah kelihatan kalau ava mengidap penyakit   hidrocephalus......sekarang ava di rawat oleh kedua orang tuanya di rumah saja, karena terkendala oleh biaya yang besar kalau di rawat di rumah sakit " ujar ayu ibu ava , beberapa kali pernah di rawat di salah satu rumah sakit di bali dan karena tidak tercukupi pembayaran yg hanya di tanggulangi dr gaji ayah ava yg hanya 1jt an , untuk sekali perobatan membutuhkan biaya 5 jt pak itu pun untuk operasi saja belum obat malah harus beli selang yg harganya 8 jtan , untuk itu saya harus meminjam uang ke beberapa orang ...jd saya tidak kuat dan pilihan saya ya saya rawat di rumah saja...... insyaAlloh di bantu dan di permudah urusan saya,.. amin

Kamis, 10 Maret 2011

Visi dan Misi

Visi
Menjadi lembaga sosial terbesar di Indonesia Timur untuk mengatasi problematika sosial masyarakat di berbagai aspek kehidupandalam rangka peningkatan taraf hidupdan kemandirian.

Misi
1. Memberikan kontribusi bagi terselenggaranya manajemen amil zakat yang amanah dan profesional
2. Mendorong terwujutnya kepedulian umat kepada kaum dhuafa menuju keberdayaan dan kemuliaan umat
3. Meningkatkan kualitas dayaguna dan hasilguna zakat dalam rangka meningkatkan kesejaheraan dhuafa
4. Menumbuhkankembangkan sinergi pengelolahan zakat di Kabupaten Badung, Privinsi Bali

Rabu, 09 Maret 2011

Bila Zakat Diinvestasikan

Karena menginginkan zakat benar-benar berfungsi secara efektif, maka ada sebagian kalangan yang mengusulkan agar harta zakat itu diinvestasikan. Artinya, harta zakat dari beberapa orang dikumpulkan, lalu dimanfaatkan untuk membuat suatu usaha industri. Keuntungan dari kegiatan industri ini dibagikan kepada sejumlah orang miskin setiap bulannya, secara rutin. Perlu diketahui, status kepemilikan usaha tersebut adalah milik bersama, namun pemilik tidak memiliki kewenangan untuk menjual bagiannya dari usaha tersebut.

Inilah yang disebut dengan menginvestasikan zakat. Yaitu, suatu usaha untuk mengembangkan harta zakat dalam jangka waktu tertentu, dengan berbagai metode investasi yang diperbolehkan untuk mewujudkan kemaslahatan bagi orang-orang yang berhak menerima zakat. Bagaimanakah hukum kreasi semacam ini?

Investasi harta zakat bisa dibagi menjadi tiga kategori, yaitu investasi yang dilakukan oleh mustahiq zakat (orang yang berhak menerima zakat) setelah dia menerimanya, atau dilakukan oleh muzakki (orang yang berkewajiban membayar zakat), atau dilakukan oleh penguasa atau pengganti penguasa yang memiliki wewenang untuk mengawasi pengumpulan harta zakat.

1. Investasi zakat yang dilakukan oleh mustahiq

Para pakar fiqh menegaskan tentang bolehnya investasi harta zakat yang dilakukan oleh mustahiq setelah dia menerima harta tersebut. Harta zakat yang sudah sampai ke tangan mustahiq merupakan milik sempurna bagi mustahiq. Karenanya, dia memiliki kewenangan penuh untuk mengelola harta tersebut, sebagaimana mengelola harta asli miliknya. Mustahiq boleh saja memanfaatkan harta tersebut untuk membuat usaha investasi, membeli alat-alat kerja, dan lain-lain.

Imam Nawawi mengatakan, “Para sahabat kami (para ulama Mazhab Syafi’i) berpendapat bahwa gharim (orang yang terlilit hutang) dibolehkan untuk memperdagangkan bagian zakat yang dia terima, jika bagian tersebut belum mencukupi untuk melunasi utangnya. Akhirnya, bagian zakat tersebut bisa cukup untuk melunasi hutang setelah dikembangkan.” (Al-Majmu’: 6/210)

2. Investasi zakat oleh muzakki

Masalah ini berhubungan erat dengan apakah zakat wajib segera dibayarkan ataukah tidak. Mayoritas ulama berpendapat bahwa harta zakat wajib segera dikeluarkan, jika memang sudah sampai nishab dan atau genap satu tahun. Diharamkan menunda-nunda pembayaran zakat dari waktu wajibnya, kecuali memang ada alasan yang bisa diterima.

Inilah pendapat yang lebih kuat karena beberapa alasan.

Allah berfirman,

وَآتُواْ حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ

“Dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin).” (Qs. al-An’am: 141)

Yang dimaksud dengan haknya dalam ayat ini adalah zakat, sedangkan perintah itu harus segera dilaksanakan.
عن ابن أبي مليكة أن عقبة بن الحارث رضي الله عنه حدثه قال : صلى بنا النبي صلى الله عليه و سلم العصر فأسرع ثم دخل البيت فلم يلبث أن خرج فقلت أو قيل له فقال ( كنت خلفت في البيت تبرا من الصدقة فكرهت أن أبيته فقسمته )
Dari Ibnu Abi Mulaikah dari Uqbah bin ‘Harits, “Nabi melaksanakan shalat ashar bersama kami, setelah selesai beliau segera masuk ke dalam rumah. Tak lama sesudah itu, beliau keluar rumah, lalu ada yang bertanya kepada beliau perihal penyebab beliau cepat-cepat pulang ke rumah. Beliau bersabda, ‘Kutinggalkan di rumah emas sedekah. Aku tidak suka emas tersebut bermalam di rumahku, karenanya segera kubagikan emas tersebut.’” (Hr. Bukhari)

As-Sarkhasi mengatakan, “Barangsiapa yang menunda pembayaran zakat tanpa alasan yang bisa diterima, maka persaksiannya tidak bisa diterima.... Dalam zakat terdapat hak fakir. Menunda pembayaran zakat berarti menyengsarakan mereka.” (Al-Mabsuth: 3/233)

3. Investasi zakat oleh penguasa atau badan amil

Pada asalnya, harta zakat yang sampai ke tangan penguasa atau badan amil yang menggantikan tugas penguasa adalah segera dibagikan kepada yang berhak menerimanya. Oleh karena itu, para pakar fikih kontemporer bersilang pendapat tentang masalah ini.

Ada yang berpandangan bahwa boleh menginvestasikan harta zakat, baik jumlah harta zakat melimpah ataupun bukan. Diantara yang berpendapat semacam ini adalah Syekh Musthafa Zarqa.

Di antara alasan yang membolehkan adalah sebagai berikut:

Alasan pertama. Memang, pihak-pihak yang berhak menerima zakat sudah ditentukan dalam Qs. at-Taubah: 60, namun cara pembagian zakat kepada delapan golongan tersebut tidak diatur secara baku. Menunda pembayaran zakat yang dilakukan oleh badan amil zakat hanyalah memenej distribusi zakat, sehingga sah-sah saja secara syar’i.

Di samping itu, hal ini dikokohkan dengan beberapa hadits yang menunjukkan anjuran untuk bekerja, melakukan usaha yang produktif, dan menginvestasikan harta serta tenaga yang dia miliki. Semisal hadits dari Anas bin Malik.

Inti hadits tersebut adalah ada seorang miskin yang barang agak berharga miliknya dilelangkan oelh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Barang-barang tersebut akhirnya laku seharga dua dirham. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan agar satu dirham untuk membeli makanan dan satu dirham yang lain untuk membeli kapak. Dengan kapak tersebut, orang tersebut bisa bekerja mencari kayu bakar lalu menjualnya.

Setelah lima belas hari, orang tersebut bisa mengumpulkan uang sebanyak sepuluh dirham. Sebagiannya untuk membeli baju, dan yang lain untuk membeli bahan makanan.

Jika penguasa diperbolehkan untuk menginvestasikan harta seorang fakir yang kebutuhan pokoknya belum terpenuhi, maka tentu penguasa boleh menginvestasikan harta zakat yang menjadi hak fakir miskin sebelum digunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Hadits di atas diriwayatkan oleh Abu Daud, namun hadits tersebut dinilai lemah oleh al-Albani dalam Dhaif Sunan Abu Daud no. 360 dan komentar beliau untuk Misykatul Mashabih no. 1851. Sehingga, hadits tersebut tidak layak digunakan sebagai dalil.  

Alasan kedua. Qiyas dengan investasi zakat yang dilakukan oleh penerima zakat dan dikuatkan dengan hadits-hadist yang mendorong untuk mewakafkan harta dan memiliki sedekah jariyah. Jika pengelola tanah wakaf diperbolehkan untuk memberdayakan harta zakat demi kemaslahatan sasaran wakaf, maka seorang penguasa diperbolehkan untuk memberdayakan harta zakat.

Alasan ketiga. Qiyas dengan pengelola harta anak yatim yang diperbolehkan untuk menginvestasikan harta anak yatim. Jika ini saja diperbolehkan, padahal benar-benar hal milik si yatim, maka diperbolehkan untuk menginvestasikan harta zakat sebelum diserahkan kepada yang berhak menerima, demi kepentingan orang-orang yang berhak menerima zakat. Harta zakat tidaklah lebih mulia jika dibandingkan dengan harta anak yatim.

Alasan keempat. Berdalil dengan logika, meski pada asalnya hal ini tidak diperbolehkan, tetapi terdapat kebutuhan mendesak di zaman ini, dan dalam investasi zakat berarti mengamankan sumber-sumber finansial yang permanen untuk memenuhi kebutuhan mustahiq zakat yang semakin meningkat setiap harinya.

Di sisi lain terdapat ulama yang melarang invesatasi zakat, semisal Dr. Wahbah Zuhaili. Alasan yang digunakan untuk mendukung pendapat ini adalah sebagai berikut:

Alasan pertama. Investasi zakat dalam bidang industri, pertanian, dan perdagangan menyebabkan zakat tidak segera diterima oleh para mustahiq karena harus menunggu keuntungan yang didapatkan. Singkat kata, hal ini menyebabkan penyelisihan terhadap pendapat mayoritas ulama, yang berpendapat bahwa zakat itu harus segera dibayarkan.

Alasan kedua. Investasi zakat bisa menyebabkan harta zakat amblas, karena yang namanya investasi itu boleh jadi untung dan boleh jadi rugi.

Alasan ketiga. Investasi zakat menyebabkan zakat tidak lagi dimiliki  oleh individu. Sehingga, hal ini menyelisihi pendapat mayoritas ulama yang menyaratkan pemilikan individu dalam pembayaran zakat, karena dalam Qs. at-Taubah: 60, Allah menyebutkan orang-orang yang berhak menerima zakat dengan menggunakan huruf “lam” yang menunjukkan adanya hak kepemilikan bagi yang menerima zakat.

Alasan keempat. Investasi zakat menyebabkan banyak harta zakat yang habis untuk keperluan administrasi penunjang jalannya investasi.

Ringkasnya, jika kita bandingkan dua pendapat di atas, tampak bahwa pendapat yang lebih kuat adalah pendapat ulama yang melarang untuk menginvestasikan harta zakat. Sehingga, zakat bisa diserahkan kepada fakir miskin dalam wujud uang tunai, dengan saran agar dijadikan sebagai modal usaha, bukan hanya untuk keperluan komsumtif atau dalam bentuk alat yang membantu profesi penerima zakat.

Jika dalam bentuk tunai kita hanya bisa memberi saran, karena begitu harta zakat di terima orang miskin tersebut, maka harta tersebut telah menjadi miliknya dan dia mempunyai wewenang penuh dalam mengatur dan membelanjakan hartanya sendiri.(pm)

Penulis: Ustadz Abu ‘Ukkasyah Aris Munandar, S.S.

Selasa, 08 Maret 2011

Bertransaksi Dengan Sang Maha Kaya

Usai Jama’ah Sholat Subuh, pak Jamil mendekati Ustadz Jamal, “ Ustadz, saya seringkali ragu ketika saya bersedekah ke Yayasan-Yayasan Sosial, apa sedekah saya bisa nyampai kepada yang berhak menerima atau tidak, karena saya lihat gaya hidup para pengurus Yayasan-Yayasan social itu cukup bikin geleng kepala, makanya saya lebih suka menyerahkan langsung kepada anak-anak atau keluarga yang menurut saya layak dibantu, gimana nih menurut ustadz sikap saya ini ? “ Tanya pak Jamil membuka diskusi pagi itu.

“ pak Jamil harus bersyukur bisa rutin bersedekah, karena bersedekah itu pekerjaan yang paling ringan tapi dampaknnya luar biasa, sedangkan yang menerima sedekah itu beban tanggung jawabnya sangat besar , tetapi kalau saya lebih senang kalau sedekah saya disalahgunakan oleh Ustadz dari pada disalahgunakan oleh anak atau keluarga yang kurang mampu “. Jawab Ustadz Jamal. “ lho kok gitu sih Ustadz, pasti sedekah kita gak pernah tepat sasaran kepada yang berhak dong? “ protes pak Jamil.

“ ya sangat dipastikan gak pernah selalu nyampai dan gak selalu tepat sasaran , lha wong kita bersedekah hakekatnya bukan memberi karena kasihan sama mereka kok, karena mereka tidak akan pernah mampu membalas dengan dengan apapun oleh karena itu ketika kita sedang bersedekah ketahuilah bahwa kita sedang bertransaksi dengan Allah SWT, jadi kalau ada orang yang menyelewengkan Zakat,Infaq dan sedekah kita, maka semakin berbahagilah kita karena seluruh pahala ibadah orang tersebut buat kita sementara dia hanya gigit jari Cuma dapat capek saja. Jadi jangan pernah takut kalau kita bersedekah salah sasaran “. Tegas ustadz Jamal

“ Tapi kan ustadz, supaya kita lebih mantap dan percaya secara manusiawi Lembaga-lembaga itu kan harus memberikan laporan secara transparan dengan memakai auditor yang terpercaya bila perlu “ Tanya pak Jamil melanjutkan
“ he he he…. Emangnya kalau sebuah Lembaga yang sudah mendapatkan ISO 9001 dengan Auditor setaraf internasional itu sudah terjamin keamanahannya dan tidak pernah melakukan kesalahan, tidak sedikit program-program Lembaga Keuangan tersebut gagal dan milyaran dananya raib dan semua itu gak mungkin dilaporkan karena akan mengurangi kepercayaan di masyarakat, walau dana ZIS itu raib atau diraibkan bukan berarti pahala kebajikan orang-orang yang mengamanahkan Zakat, Infaq dan sedekahnya di Lembaga tersebut terputus, tidak, tidak sama sekali. Disinilah letak tanggungjawab besarnya para actor Lembaga Penerima ZIS tersebut, karena seluruh Ibadah dan Amal kebajikan mereka akan menjadi tebusannya, gak enak dan gak gampang kan jadi pihak penerima dan penyalur ZIS ?. Demikian juga kalau kita memberikan sedekah di jalanan kepada anak-anaka itu, apakah tidak diselewengkan? Bisa jadi buat beli rokok atau ngedrug? Jadi jangan pernah lihat orangnya atau Lembaaganya kalau mau sedekah tapi Lihatlah Allah dan bertransaksilah denganNYA, pasti terbalas ! “ Jelas ustadz Jamal.

Sahabat Sukses Rumah Yatim Indonesia yang dirahmati Allah SWT, sebenarnya apa yang mendasari kita mau bekerja di sebuah Perusahaan, menjadi pegawai Negeri atau Pegawai Swasta, menjabat jabatan tinggi atau menengah ? atau bahkan berwira usaha ? tidak lain dan tidak bukan karena kita telah melakukan TRANSAKSI JUAL DIRI kita kepada Perusahaan atau Institusi tersebut, karena transaksi itulah segala apa yang kita kerjakan dihargai atau dibalas dengan Gaji, Honor atau Bonus. Bagaimana kalau kita bekerja di sebuah Perusahaan tanpa melakukan transakasi lebih dahulu, akankan perusahaan tersebut mau membayar kita ?

Demikian halnya, mengapa kita harus bekerja dengan Allah SWT, seperti melakukan Sholat, Puasa, membayar Zakat/Sedekah, menunaikan Haji dan seabrek pekerjaan Ibadah dan Pengabdian lainnya ? ya… karena kita sudah melakukan Transaksi dengan Allah SWT, bahkan transaksi itu kita lakukan sejak Ruh ditiupkan dalam diri kita di Rahim ibu kita.

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian ( Traansaksi ) terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (transaksi ini )".(QS.Al-A’raf:172)

Kemudian kalimat transaksi itu kita sempurnakan dan selalu kita ucapkan berulang kali agar kita tidak lalai bahwa segala pekerjaan Ibadah dan Amal Shaleh kita selama hidup kita ini adalah dalam rangka pelaksanaan Transaksi kita kepada Allah SWT, apa bunyi Transaksi kita itu ? ialah Kalimat LAA ILAAHA ILLALLAH ( “ tidak ada satupun aktifitas yang mampu kita lakukan kecuali jika Allah ada bersama kita “ ) , Kalimat Transaksi inilah yang membuat segala bentuk aktifitas kita akan bernilai dan dihargai disisi Allah SWT.

Bukankah orang-orang Kafir / non Muslim sebesar dan sebagus apapun karya dan kerja mereka, karena mereka tidak mau bertransaksi dengan Allah SWT, maka segala karya daan aktifitasnya tidak akan bernilai apapun dihadapan Allah SWT. Karena Allah SWT hanya kan membeli diri dan harta kita dengan Sorganya bagi kita yang selalu bertransaksi dengan Allah SWT sampai akhir hayat kita.

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min diri dan harta mereka dengan Sorga ( kesusksesan tanpa batas ) untuk mereka. Mereka berjuang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh (Berhasil) atau terbunuh ( gagal ). janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya daripada Allah? Maka bergembiralah dengan transakasi jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. (QS. At Taubah : 111)

Oleh itu disetiap akan melakukan sedekah atau kebajikan lainnya ucapkanlah “ Bismillah, Laa ilaaha illallah “ , atas nama Allah dan karena Allah saja aku berbuat.
Sahabat, mari jangan pernah ragu untuk bertransakasi menjual diri dan harta kita hanya kepada Allah SWT bersama DSM Bali. Menebar Peduli Menggugah Nurani. (ryi)

Struktur Kepengurusan

DSM Bali Cab. Badung
alamat : JL .Kediri No. 82 D - Tuban -Kuta- Bali
Telp/fax 0361 764496

Pengurusan ;

    • Gigih Ardika                                         Direktur 
    • Lia Ulfah                                              Accounting 
    • Dwi Aryanto                                        Manager. Fundraising
        • Khoyron Abdullah            Staff Fundraising  
        • Fatkur Rohman                Staff Fundraising
    • Suwandi                                               Manager Customer Loyalty
        • Abdurrahman                   Staff Customer Loyalty  (  L - CAZ )
        • Nur Fadillah                     FO

Senin, 07 Maret 2011

abcd

poto2

poto

 

Entri Populer


Buku Tamu

Salam Silaturahim DSM BADUNG